Fenomena Teroris di Indonesia

May 21, 2018
Tahun 2018 ini rakyat Indonesia sedang di uji. Kejadian pengeboman beberapa gereja dan fasilitas negara dibeberapa daerah akhir-akhir ini adalah tindakan teror yang tidak bisa ditolerir lagi. Untuk itu, diperlukan tindakan tegas. "Mereka (pelaku) dilumpuhkan hingga akhirnya 4 orang tewas, satu orang melarikan diri dengan mobil. Mobil tersebut sudah diamankan, sementara satu orang pelaku yang melarikan diri sudah ditangkap dan saat ini berada di Polresta Pekanbaru” Tribunnews.com, Rabu (16/05/2018).


Kutipan diatas adalah sebagian dari “Kasus Terorisme” di Indonesia. Indonesia adalah negara berkembang yang saat ini dalam keadaan “Darurat Teroris”. Teroris yang mengatasnamakan Islam, yang melakukan aksi bom bunuh diri dengan mengatasnamakan Jihad. Jihad yang artinya berjuang dan bersungguh-sungguh (Wikipedia, 18/05/2018). Lalu, teroris yang menggunakan istilah Jihad ini sebenarnya apa yang mereka perjuangkan? Keluarga, sahabat bahkan kerabat pun turut menjadi korban aksi bom bunuh diri yang mengatasnamakan  Jihad. Seperti yang dilansir oleh Tribunnews.com berikut ini :

 “Pemboman yang dilakukan di tiga gereja di Surabaya hari Minggu pagi itu ternyata melibatkan sebuah keluarga.” Tribunnews.com, Senin (14/05/2018).
Mengapa Indonesia marak terjadinya kasus teroris? Apa yang ingin ditunjukkan oleh teroris tersebut? Siapa sebenarnya target aksi teroris? Lantas bagaimana dengan kondisi masyarakat yang mengalami aksi teror tersebut? Apakah ada hubungannya dengan kesehatan jiwa masyarakat Indonesia dengan maraknya aksi teroris ini?

Terorisme merupakan suatu tindak kejahatan mulai marak terjadi sejak peristiwa 9/11 di Amerika Serikat pada tahun 2001. Tindak kejahatan terorisme ini muncul seiring dengan berakhirnya era “Perang Dingin” yang ditandai dengan munculnya aktor-aktor dalam politik global. Terorisme saat ini telah menjadi isu global karena aktivitasnya yang sangat luas dapat terjadi dimanapun dan kapanpun serta tidak memandang siapapun korbannya. Indonesia merupakan salah satu negara yang seringkali menjadi tujuan berbagai kelompok teroris untuk melancarkan aksinya, mulai dari Bom Bali 1, Bom Bali 2, Bom J.W Marriot, Bom Kedubes Australia, dan lain-lain. Hal itu menandakan bahwa kelompok teroris menganggap Indonesia memiliki posisi yang strategis untuk melakukan aksi mereka agar tujuan mereka dapat dicapai. 

Berdasarkan Analisa berbagai pihak, bahwa ada tiga penyebab utama munculnya gerakan terorisme di Indonesia. Pertama, ideologi yang radikal dan ekstrim, ini bisa muncul di mana saja, negara mana saja, dan di masyarakat manapun. Kedua, penyimpangan terhadap ajaran agama yang dianut. Ketiga, karena kondisi kehidupan yang susah, kemiskinan absolut, dan keterbelakangan yang ekstrim yang konon mudah sekali dipengaruhi. Selain itu, ada beberapa faktor yang menjadi penyebab tindakan terorisme, yaitu kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, kesalahpahaman memahami Islam. Pendapat lain menegaskan bahwa pemahaman radikal terhadap agama merupakan penyebab utama terjadinya terorisme, yang kerap muncul akibat perasaan diperlakukan tidak adil dalam berbagai bidang, ditambah, munculnya kelompok atau orang tertentu yang mempengaruhi dengan motif politik dan ideologi. 

 Untuk target sasaran utama dari aksi teror ini sementara dapat disimpulkan yaitu “Polisi” seperti dilansir oleh CNNIndonesia.com :
“Menurut Wawan, serangan besar-besaran itu akan dilancarkan ke markas besar atau kantor kepolisian. CNNIndonesia.com, Senin (14/05/2018).

Karena polisi yang bertugas menegakkan hukum dan memberantas teroris maka dari itu, teroris pun menargetkan polisi menjadi sasaran utama dari aksinya. 
 Bicara tentang target sasaran utama dari teroris, kira-kira apakah ada hubungannya kesehatan jiwa dengan pelaku terorisme di Indonesia?

Penulis mempunyai pendapat bahwa terorisme muncul karena adanya persepsi terhadap nilai-nilai tertentu yang diyakini benar, dan diluar yang diyakini adalah salah. Untuk mendukung kebenaran dan ketaatan atas nilai tersebut maka dilakukanlah cara-cara kekerasan, yang dianggap sebagai cara paling efektif. Pandangan terhadap suatu nilai merupakan ranah disiplin ilmu psikologi yang berhubungan erat dengan teori psikiatrik ketidaksehatan jiwa. Walaupun penulis yakin bahwa teori ini tidak akan dipakai oleh aparat penegak hukum, mengingat pelaku kejahatan yang mengalami gangguan (ketidaksehatan) jiwa, jika mengacu pada KUHP, tidak bisa dikenai tindakan hukum.
Kecenderungan bahwa para pelaku aksi teror dimanfaatkan oleh pihak tertentu. Yang unik adalah ada kondisi tertentu yang biasanya direkrut sebagai kandidat pelaku bom bunuh diri seperti usia yang cukup muda antara 15-25 tahun, penuh dengan kebimbangan, disorientasi, dan secara sosial-psikologis terisolasi. Disebutkan juga bahwa perilaku teror lebih banyak disebabkan oleh sikap yang dipelajari, bukan gangguan jiwa bawaan. Kesimpulannya, tidak ditemukan indikasi/simton gangguan jiwa baik dari jenis psikosis maupun antisosial. Dalam kasus, khusus pelaku aksi terorisme dapat dianggap sebagai penderika ketidaksehatan jiwa seperti pada pelaku mutilasi siswi SMA di Poso.
Untuk melakukan aksi teror diperlukan suatu kecerdasan tersendiri. Aksi teror tidak gampang dilakukan begitu saja. Perlu sebuah perencanaan yang matang, menghitung risiko, bahkan teroris juga melakukan simulasi awal untuk memastikan keberhasilan aksi bom bunuh diri tersebut.
Selain kecerdasan, seorang pemimpin aksi teror juga membutuhkan kemampuan organisasi dan kepemimpinan. Para pelaku teror yang telah tertangkap terbukti juga memiliki keluarga dan menjalin hubungan kekerabatan secara normal. Mereka juga mempunyai anak, dan menunjukkan perilaku yang menyayangi keluarganya.

Kecerdasan, kemampuan berorganisasi, dan kehidupan berkeluarga yang wajar menunjukkan bukti bahwa para pelaku teror ini adalah orang yang relatif normal, atau tidak tepat jika dikatakan sebagai penderita ketidaksehatan jiwa.

Secara umum, hal yang menyebabkan teroris dianggap menderita ketidaksehatan jiwa adalah aksi teror dengan kekerasan bahkan hingga mengakibatkan korban jiwa termasuk jiwanya sendiri (bunuh diri). Teori psikiatrik ketidaksehatan jiwa juga menyatakan bahwa ketidaksehatan jiwa mendorong orang melakukan kekerasan yang ekstrim. Selain itu orang yang mempunyai perilaku fanatik akan berkarakter sadisme dan buas.

Dengan penjelasan di atas maka dapat dipahami jika muncul pendapat umum yang mengatakan bahwa pelaku tindak terorisme adalah orang yang menderita ketidaksehatan jiwa. Namun untuk menentukan apakah sesorang menderita ketidaksehatan jiwa tentu saja tidak semudah hanya dengan suatu persepsi, namun perlu observasi yang mendalam dengan prinsip-prinsip psikologi.

Oleh : Siti Norindah Sari

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »
Penulisan markup di komentar
  • Untuk menulis huruf bold gunakan <strong></strong> atau <b></b>.
  • Untuk menulis huruf italic gunakan <em></em> atau <i></i>.
  • Untuk menulis huruf underline gunakan <u></u>.
  • Untuk menulis huruf strikethrought gunakan <strike></strike>.
  • Untuk menulis kode HTML gunakan <code></code> atau <pre></pre> atau <pre><code></code></pre>, dan silakan parse kode pada kotak parser di bawah ini.

Disqus
Tambahkan komentar Anda

No comments